KELOMPOK :
Muhammad
Ikhsan
1171503335
Meita
Permatasari
1171501172
Nur
Fatimah
1171501545
Ryndu
Fryda
1171501719
Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Para
pemerhati Internet atau pengguna aktif pasti tidak asing dengan undang-undang
yang dikeluarkan pada tahun 2008 kemarin. Peraturan baru ini bernama
merupakan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE). Peraturan ini merupakan undang-undang yang tergolong masih
baru di Indonesia, karena untuk pertama kalinya kita memiliki peraturan cyber
di negeri ini.
Hukum Cyber ITE
Latar
belakang adanya UU ITE ini bertujuan untuk menjamin kepastian hukum di bidang
informasi dan transaksi elektronik. Jaminan tersebut penting, mengingat
perkembangan teknologi informasi telah mengakibatkan perubahan-perubahan di
bidang ekonomi dan sosial. Perkembangan teknologi informasi telah memudahkan
kita mencari dan mengakses informasi dalam dan melalui sistem komputer serta
membantu kita untuk menyebarluaskan atau melakukan tukar-menukar
informasi dengan cepat. Jumlah informasi yang tersedia di internet semakin
bertambah terus tidak dipengaruhi oleh perbedaan jarak dan waktu. Perkembangan
seperti inilah memungkinkan orang untuk melakukan kejahatan ataupun kecurangan
di dunia maya. Hal inilah mendorong pemerintah untuk membuat hukum di
lingkungan cyber ini.
Memang
UU ini masih mengundang berbagai kontroversi mulai dari permasalahan
terkekangnya kebebasan pers sampai ketidakpastian hukum pada beberapa pasal
yang terakhir menyebabkan kasus seperti Prita. Namun jika dilihat secara
keseluruhan, ini merupakan sebuah kemajuan Indonesia di bidang cyber,
terutama undang-undang ini diharapkan dapat melindungi para konsumen ataupun
penjual di dunia maya. UU ITE khususnya pada Bab V pasal 17 sampai dengan pasal
22 menciptakan aturan baru dibidang transaksi elektronik yang selama ini masih
belum ada. Walaupun aturan tentang transaksi elektronik tidak diatur secara
khusus dalam suatu undang-undang, keberadaan pasal inilah yang dapat digunakan
bagi pengguna e-commerce. Terlebih saat ini pemerintah tengah mematangkan
lahirnya Peraturan Pemerintah di bidang Transaksi Elektronik.
Namun,
untuk mencapai tahap di mana melindungi konsumen dan
pelaku e-commerce dengan UU ini sepertinya tidak akan gampang.
Seperti yang kita ketahui transaksi e-commerce sudah pasti sebuah transaksi
maya, walau demikian transaksi elektronik dalam e-commerce di Indonesia harus
tetap tunduk pada ketentuan yang tercantum dalam UU No.8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Keberadaan UU ITE dapat dijadikan partner hukum UU
Perlindungan Konsumen untuk saling mendukung satu sama lainnya. Masalahnya,
bagaimana jika pelaku usaha dalam e-commercetersebut tidak berada pada
wilayah domisili yurisdiksi Indonesia. Inilah yang kemudian disebut sebagai
salah satu kelemahan penggunaan UU Perlindungan Konsumen dalam transaksi e-commerce.
UUPK secara tegas menekankan bahwa aturan tersebut hanya dapat diberlakukan
kepada pelaku usaha yang bergerak di dalam wilayah hukum Republik Indonesia.
Secara garis besar UU
ITE mengatur hal-hal sebagai berikut :
* Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan
hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional
(tinta basah dan
bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda
tangan digital lintas
batas).
* Alat bukti elektronik diakui seperti alat
bukti lainnya yang diatur dalam KUHP.
* UU ITE berlaku untuk setiap orang yang
melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar
Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia.
* Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan
Intelektual.
* Perbuatan yang dilarang (cybercrime)
dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
o Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan,
Pemerasan)
o Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan,
Berita Kebencian dan Permusuhan)
o Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan
Menakut-nakuti)
o Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa
Izin, Cracking)
o Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan
Informasi)
o Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka
Informasi Rahasia)
o Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja
(DOS?))
o Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik
(phising?))
Tujuan UU
ITE
·
Mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari MID
(Masyarakat Informasi
Dunia)
·
Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat.
·
Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.
·
Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk
memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan TI
seoptimal mungkin dan bertanggung jawab.
·
Memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi
pengguna dan penyelenggara TI.
Kasus 2 : Narliswani (Iwan)
Piliang
Waktu : November 2008
Pekerjaan : Blogger / Pewarta
Warga / Penulis di Jakarta (saat kasus terjadi)
Media : Situs Informasi
presstalk.info dan kemudian beredar di mailing-list
Substansi : Artikel berita
berjudul “Hoyak Tabuik Adaro dan Soekanto”
Motivasi : Informasi kepada
publik
Konten : Alvin Lie,
anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Partai Amanat Nasional
(PAN), ditulis oleh Iwan, telah meminta uang Rp 6 miliar dari PT Adaro
Energy.
Uang sebanyak itu , menurut Iwan, bertujuan agar anggota dewan di
Senayan tidak
melakukan hak angket untuk menghambat Initial Public Offering
(IPO) Adaro.
Pelapor : Alvien Lie
Hasil : Iwan diperiksa
Satuan Cyber Crime Polda Metro Jaya karena dugaan melanggar UU
ITE, Pasal 27 ayat 3. Kasus masih
menggantung.
Kasus
3 : Kasus Pelanggaran Etika
Profesi, Pembobolan Situs Milik KPU
Pada hari Sabtu, 17 April 2004, Dani
Firmansyah (25 th), konsultan Teknologi Informasi (TI) PT Danareksa di Jakarta
berhasil membobol situs milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan mengubah
nama-nama partai di dalamnya menjadi nama-nama unik seperti Partai Kolor Ijo,
Partai Mbah Jambon, Partai Jambu, dan lain sebagainya. Dani menggunakan teknik
SQL Injection(pada dasarnya teknik tersebut adalah dengan cara mengetikkan
string atau perintah tertentu di address bar browser) untuk menjebol situs KPU.
Kemudian Dani tertangkap pada hari Kamis, 22 April 2004.
Analisis :
1. Pelaku Kasus Pelanggaran :
Dani Firmansyah, 25th, Konsultan Teknologi Informasi (TI) PT Danareksa
Jakarta.
2. Jenis Kasus Pelanggaran :
Pembobolan Situs Milik KPU
3. Akibat
dari kasus pelanggaran :
Kasus tersebut sudah sangat jelas
termasuk pelanggaran etika, karena Dani Firmansyah selaku tersangka dalam
pembobolan situs KPU telah terbukti bersalah. Dia membobol system keamanan
situs KPU dan mengganti-ganti nama partai yang dapat menyebabkan kerugian dan
ketidaknyaman bagi pihak lain. Dan telah jelas pula Dani Firmansyah
menyalahgunakan keahliannya dalam bidang teknologi untuk merugikan pihak lain.
Kalau dilihat dari sisi kode etik ACM dan etika mana yang dilanggar ?
Etika yang dilanggar dalam kode etik ACM
adalah pada point Kewajiban moral umum sebagai anggota ACM, yaitu :
- Menghindari perbuatan menyakiti orang
lain.
- Jujur dan dapat dipercaya.
- Memberikan kontribusi kepada
masyarakat dan kesejahteraan umat manusia.
- Menghargai privasi orang lain.
Karena dani firmansyah telah melakukan
perbuatan yang melanggar tiga point dalam kode etik kewajiban moral dalam ACM.
4. Aspek hukum yang
bisa dikenakan :
Pada kasus tersebut ada beberapa hukum yang bisa dikenakan untuk
menuntut Dani Firmansyah, diantaranya :
1. UU ITE No 11Pasal 27 ayat 3 Tahun
2008 , yang berbunyi : : “Setiap Orang
dengan
sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat
dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki
muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik “.
2. UU ITE No 11 Pasal 30 Ayat 3 Tahun
2008, yang berbunyi : “Setiap Orang dengan
sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau
Sistem
Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui,
atau menjebol
sistem pengamanan”.
Karena Dani Firmansyah telah terbukti, dia melakukan penghinaan dan
pencemaran nama
baik partai-partai yang ada dalam situs KPU dengan cara mengganti-ganti
nama partai
tersebut. Tidak hanya itu Dani Firmansyah juga telah terbukti jelas
bahwa dia melakukan
menjebolan system keamanan pada situs KPU.